Senin, 22 Desember 2014

Infinite - Back

BACK
Infinite

[Dongwoo] Come save me, come save me

[Sunggyu] Gieokhaejwo ne seorap soge
Gieokhaejwo ne jigap soge
Naega itdeon heunjeokdeureul
Hanado ppajimeobsi saegyeojwo

[Hoya] Chueokhaejwo geu sajin soge
Namaitdeon geu gonggan soge
Nae hyanggi da nae sumgyeol da
Sarajiji anke

[Woohyun] Jebal nareul jinachyeo on bomnalcheoreom
Baramcheoreom nochi ma
Can you save,
Can you save me?

[Sunggyu] Geurae nareul seuchyeo jinan hyanggicheoreom
Sumanheun naldeul malgo
Can you save,
Can you save me?
([Hoya] Save me)
 
[Sungyeol] Save me

[L] Dorawajwo i want youback back back back back
Back back back back back
 
[Sunggyu] Neowa nae gieok nareul sigane matgyeo duji ma
 
[Hoya] Dorawajwo i want you back back back back back
Back back back back back
 
[Woohyun] Gidarilge na yeogi namgyeojin chae doraseon chae
I say save me
(Save)
 
[Dongwoo] Can you save me?

[L] Ijeul beophan gieokdeureul hanadulssik doedollyeo
 
[Sunggyu] Gyejeori jana gyejeoreul maja
 
[Sungjong] Neoreul dasi nae pume

[Dongwoo] Jebal nareul janachyeo on bomnalcheoreom
Baramcheoreom nochi ma
Can you save,
Can you save me?

[Woohyun] Geurae nareul seuchyeo jinan hyanggicheoreom
Sumanheun naldeul malgo
 
[Sungjong] Can you save,
Can you save me?

[Sungyeol] Sigane matgiji ma
Nareul chueokharyeo haji ma
Jebal jebal jebal
 
[Woohyun] Hanado jiujineun ma

[Hoya] Dorawajwo i want you back back back back back
Back back back back back
 
[Woohyun] Neowa nae gieok nareul sigane matgyeoduji ma
 
[L] Dorawajwo i want you back back back back back
Back back back back back
 
[Sunggyu] Gidarilge na yeogi namgyeojin chae doraseon chae
I say save me

Catatan Harian (1)



Oh my...

Hellow everybody. Kali ini gue akan mengulas tentang film yang baru aja gue tonton. Film nya udah luamaaa banget sih, tai dodolnya gue baru nonton itu sekarang :D Hellowww kemana aja lo selama ini Hilda?

Semua orang mungkin udah tau yang namanya The Lord of The Rings. Ngaku aja lo semua udah nonton :D Ntu die film yang baru aja gua tonton kemaren. Film nya bercerita tentang cincin yang bisa menaklukkan semua penguasa yang ada di bumi. Penguasa cincin itu awalnya adalah Raja Kegelapan. Tapi karena peperangan yang terjadi akhirnya cincin itu jatuh ke tangan manusia.

Perasaan gue waktu nonton ini adalah tegang, penasaran, tapi seru banget. Sempet rada takut karena gue bukan tipe orang yang suka nonton adegan peperangan, tapi menurut gue itu adalah resiko yang patut diambil untuk penakut macam gue. 

Film ini gue rekomendasiin setelah Harry Potter tentunya. Bisa dibilang duo film ini 11 12 lah. 

Udah deh itu aja. Makin lama gue nulis malah makin glambyar :D
See you :)

Selasa, 09 Desember 2014

Catatan Hati (2)

Perubahan

Kecil menjadi besar. Pendek menjadi tinggi. Anak-anak menjadi remaja. Remaja menjadi dewasa. Muda menjadi tua. Kulit yang kencang menjadi keriput. Perubahan. Tak ada di dunia ini yang tidak berubah. Lantas, apakah perubahan itu adalah takdir Tuhan? Tentu tidak. Perubahan terjadi karena ada proses yang mengikutsertakan manusia di dalamnya. Apakah ini benar? Entahlah. Ini hanya sekelebatan pemikiranku saja. Kalian lah yang menilai benar atau tidaknya.

Catatan Hati (1)

Catatan Sore Ini

Sesak. Itulah yang pertama kali kupikirkan tentang kegiatan yang aku ikuti. Penuh. Seakan tak ada ruang bagiku untuk sejenak merasakan aliran oksigen yang kuhirup dan mengembara di seluruh paru-paruku. Yah. Inilah konsekuesi yang harus kualami ketika aku sedikit membangkang. Memang tak mudah. Tapi resiko itu sebanding dengan pengalaman yang aku rasakan. 

Aku tak ingin tubuhku yang lemah menjadi semakin lemah karena kegiatan yang aku ikuti. Aku pun tak ingin pula mengecewakan orang-orang di sekelilingku yang tak pernah berhenti melimpahkan kasih sayangnya padaku. Tapi aku juga harus memikirkan masa depanku. Berkaca dari kegiatan yang kuikuti beberapa waktu lalu, hingga aku sempat drop karenanya. Satu hal yang bisa kuambil dari hal itu, “Jangan pernah mengorbankan dirimu untuk orang lain.”

Jumat, 21 November 2014

Boyfriend - WITCH

WITCH 
BOYFRIEND

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[Jeogmin] geojisirago haedo joha jinsimi aniramyeon eoddae
jigeum neon nae pume isseo geuge jungyohae

[Donghyun] myeot beonigo neoramyeon danghaejul nanikka
soyuhal suneun eobtjiman manjil sun itneungeol

[Hyunseong] dalkomhan ibsul sairo nae ireumeul bureumyeon

[Youngmin] gyeolguk ddo neoralkka apado nan neoralkka

[Hyunseong] ni soni daheul ddae mada sumeul meojeun chae

[Donghyun] nege nal bachil maengselhae

[Jeongmin] neon geochireoseo yeppeo
neon wiheomhaeseo ggeullyeo
maebeon dachilgeol da almyeonseo
nan ni jangnane norana

[Hyunseong] mot hal geotdo eobseo nae jeonburado julge
neoui gyeote geujeo gyeote geugeomyeon dwae

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[Minwoo] malhajamyeon ireon geoji
naega ijen budamdoendageona

[Kwangmin] seulpeun pyojeongeuro uri geuman hajadeonga

[Minwoo] raneun sigeuro nal buranhage mandeul ddae
mada isanghage neoege deo ggeulliji nan

[Kwangmin] neon ggiga dabun yeah,
nal neungsukhage joryeonhae,
ol deut maldeut michigetdagu
neon areo nan neol mot ddeona amuri himkkeot
deonjyeodo dasi doraoneun
bumerangcheoreom

[Donghyun] meomchwoboryeogo dajim haebwado niga nal bureumyeon
gadeon georeumeul dollyeoseo neoege dallyeoga

[Hyunseong] cheonsaui eolgullo maebeon nareul heundeulgo isseo

[Youngmin] chakhan mommaeralkka yeoinui hyanggiralkka

[Hyunseong] ni ibeul matchumyeon hankkeot gogael sugin chae

[Donghyun] dasi nal bachil maengselhae

[Jeongmin] neon geochireoseo yeppeo
neon wiheomhaeseo ggeullyeo
maebeon dachilgeol da almyeonseo
nan ni jangnane norana

[Hyunseong] mot hal geotdo eobseo nae jeonburado julge
neoui gyeote geujeo gyeote geugeomyeon dwae

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[Jeongmin] nal iyonghaedo joha gatgo norado joha
gyeolguk manggajil jul almyeonseo
nan neoran aereul taekhangeol

[Hyunseong] jeonbun anyeodo dwae neol banman gajyeodo dwae
neoui gyeote geujeo gyeote geugeomyeon dwae

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[All] Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom
Cause your body goes boom bara boom

[All] Cause your body goes boom bara boom

Jumat, 08 Agustus 2014

Puisi-Kita

KITA
Aku
Kamu
Dia
Kalian
Mereka
BERSATULAH!
Maka akan terbentuk satu kata baru
“KITA”
Bersama
Lewati lorong waktu yang tak pernah usai
Tak hanya aku saja
Tak hanya kamu, dia, kalian, maupun mereka saja
Tapi,
KITA!
KITA BERSAMA!
Selalu
Dan
Selamanya 
(Karya ini dipersembahkan untuk Dies Natalis kelima Unit Kegiatan Penalaran STKIP PGRI Jombang. Salam Penalaran!)

Cerpen-Senyuman Lena


Senyuman Lena
Di suatu pagi yang cerah, terdengar kicauan burung camar yang terbang dengan bebasnya.Embun pagi yang membasahi helai-helai daun di halaman rumah tampak jernih dan menyejukkan mata.Menyadari kalau hari sudah siang, aku segera bangun dan merapikan tempat tidur. Suara Bu Herwin, ibuku, yang memekakkan telinga pun mengagetkanku.
“ Lenaaaaa...!!! Bangun,Sayang...!!! Ayo siap-siap ke sekolah..!!!” perintah Bu Herwin.
“ Iya Bu.. Ni Lena udah bangun kok..”
Dengan santainya aku berlari menuju kamar mandi. Sepuluh menit kemudian, aku sudah berpakaian rapi dan membawa tas ransel mungilku menuju ruang makan. Di sana, Ibu sudah menyiapkan sarapan untukku.
“ Lena.. Kamu kan sudah kelas dua SMA. Mbok ya dewasa sedikit.Masa’Ibu terus yang bangunin kamu,Sayang?Ibu pengen kamu itu paham dengan tanggung jawab kamu...” kata Ibu.
“ Iya Bu. Lena ngerti kok. Lena juga udah berusaha make alarm HP, Bu. Tapi, susahnya minta ampun... Lena bakal lebih berusaha lagi deh...” ujarku sambil tersenyum.
“ Iya, iya Lena. Ibu mau lihat perubahan kamu.”
“Ibu tunggu aja.Pasti Lena bisa kok.”Kataku optimis.
(^_^)
SMA 1 GARUDA.Disinilah akubersekolah.Sekolah elit untuk kaum atas yang bisa dibilang punya segudang prestasi itu termasuk sekolah yang paling bergengsi di Surabaya.Bisa dibilang, sekolah ini setara dengan SMA 45 Jakarta dan SMA 36 Pancasila yang terkenal itu.Yang menarik, sekolah ini juga memberi beasiswa bagi para siswa tidak mampu yang berprestasi.Jadi, aku termasuk beruntung karena dia termasuk salah satu siswa yang memperoleh beasiswa itu.Bayangkan saja. Anak seorang pegawai negeri sipil dan ibuku yang hanya punya usaha kecil-kecilan di depan rumahnya itu bisa sekolah di SMA 1 GARUDA. Benar-benar beruntung.
Sesampainya di kelas, aku langsung disapa oleh Dewi dan Weldi, teman karibku.Dewi adalah anak seorang pengusaha ternama di Surabaya, sedangkan Weldi adalah putra Henry Corporation, sebuah perusahaan yang kini telah melanglang buana di Indonesia.Meski keduanya anak orang mampu, mereka tidak malu berteman denganku yang secara status jauh di bawah mereka.
“ LENAAAA...!!!! Sini kawan..!!! Udah tak tunggu dari tadi lho..!!!” kata Dewi.
“ Iya nih Len, mana oleh-olehnya nih? Aku kangen banget sama masakan ibu kamu... “ Weldi pun ikut-ikutan.
  Apa sih rek... Emang kamu mau makanan apa sih dari ibuku Wel? Nanti tak bilangin wes... “ aku menanggapi.
“ Wah, beneran nih? Aku pengen semur tahu Len.Enak tau masakan ibumu.“ pinta Weldi.
“ Iya, nanti aku ngomong sama Ibu. Eh Wi, kemarin katanya kak Pras menang olimpiade Fisika senasional ya? “ tanyaku.
“ Wah, kak Pras lagi kak Pras lagi... Len.. Len... sejak kapan kamu jadi merhatiin kak Prasetyo..?”
“ Kancuma nanya aja Wi.. Kamu kan adiknya, jadi gak apa-apa dong kalau aku nanya...” kataku tersipu.
“ Nah, nah, Wi, Lena malu tuh... Cieee...Nurin Arlina dan Eka Prasetyo... Uhuyyy...!!”goda Weldi.
“ Ah, apa sih Wel... Kamu cemburu ya..? Hehehe”aku pun menggodanya.
“ Nggak ya... Tapi, kalo sahabatku yang satu ini jadian sama kak Pras juga nggak apa-apa kok...”
“ Wah, jangan sama mas Pras Len! Nanti aku jadi apa kalo kamu jadian sama dia?” protes Dewi.
“ Lho, kamu kan tetep adeknya kak Pras tho Wi, tapi bedanya kamu jadi punya kakak ipar yang namanya Lena. Hahaha...” goda Weldi.
“ Ahhh.... Kalian berdua ni sama aja..!!! Aku mau ke kantin dulu.Haus nih!” kataku kesal.
“ Aku ikutan! Weldi disini aja!” pinta Dewi.
Weldi pun hanya bisa melongo mendengar kata-kata Dewi.
“ Yah... aku sendirian lagi nih...” ungkapnya sedih.
Aku dan Dewi pun hanya bisa tertawa.
(^_^)
“Len, kamu suka sama mas Pras?” tanya Dewi.
“ Nggak, Wi. Aku Cuma kagum aja sama dia.”Akuku.
“ Ah, yang bener kamu Len... ”
“ Iya kok... Aku kagum sama dia. Dia masih bisa berprestasi meski dari kalangan orang berada. Tapi aku...” Aku tertegun.
“ Tapi apa Len..?”
“ Apa yang bisa kubanggain Wi..? Aku cuma beruntung aja bisa sekolah di sini.”
“ Itu udah merupakan prestasi buat kamu Len. Aku aja belum tentu bisa sepintar kamu.Bayangin aja, dari 24 orang di kelas, kamu bisa dapat peringkat satu dengan rata-rata hampir 9.Buat aku itu udah merupakan hal luar biasa Len. Mas Pras aja rata-ratanya nggak setinggi itu... Jadi, sekarang yang kamu lakuin itu hanyalah gimana caranya supaya kamu bisa pertahanin prestasi kamu di sini. Jujur aja Len, aku merasa nyaman banget temenan sama kamu. Kamu baik banget, nggak kayak anak-anak disini.Meski kamu berbeda dari kami, kamu tetap optimis.Itu yang aku suka dari kamu.” aku Dewi.
“ Bener itu tadi Wi?”
“ Iya. Bener banget!”
Kedua sahabat itu pun tersenyum dan melangkah menuju kelas mereka.
(^_^)
Was Wes Wos...
Suara anak-anak penghuni kelas XI IPA 3 itu menyeruak.Bagaimana tidak? Jam belajar telah dimulai, tapi guru Matematika mereka, Pak Seno, belum menunjukkan tanda-tanda akan mengajar di kelas mereka. Aku, Weldi, dan Dewi pun kembali ngobrol dengan santainya.
“ Wah... Pak Seno mana nih..? Aku kan mau tanya-tanya lagi...” gerutu Weldi.
“ Ih, yo percoyo rek sing anake Pak Seno...” ujar Dewi dalam bahasa Jawa.
“ Udah ta Wel, Wi.... Kalian ini, udah kelas dua masih aja kayak gini... Kapan kalian bisa akur sih...?” tanyaku.
“NGGAK AKAN!!” teriak mereka bersamaan.Sontak itu membuatku tertawa terbahak-bahak.Di tengah obrolan mereka, tiba-tiba Gilang, ketua kelas XI IPA 3, ikut bergabung.
“ pada asyik ngomongin apa sih rek? Kok kayaknya seru banget..” tanya Gilang.
“Itu lho Gil, Weldi pengen banget ketemu Pak Seno, pengen tanya-tanya katanya.Nah, Dewi itu ngatain Weldi anaknya Pak Seno.Udah deh, Semeru meletus lagi...” jelasku.
“ Lhoo...? Sekarang jamnya Pak Seno ya? Aku lupa belum ngasih tahu anak-anak! Mati konn!! Ada tugas yang harus dikumpulkan!” ujarnya terburu-buru.
“ GILANG...!!! Kenapa nggak bilang dari tadi....???” gerutuku, Weldi, dan Dewi.
“ Hehehe...” Gilang tertawa dan kabur ke depan kelas.
(^_^)
Usai mengerjakan tugas Matematika, aku pergi ke perpustakaan. Di sana, aku bisa bebas membaca buku yang ia suka kapanpun dan dimanapun. Mbak Eni, perempuan berusia 24 tahun yang menjaga ruangan itu, sudah mengenalku dengan baik. Wajar saja, hampir tak satu haripun ku lewatkan untuk mengunjungi perpustakaan.Di ruangan berukuran 15 x 20 meter itu, sudah hampir separuh koleksi buku-buku yang sudah aku baca.
“ Pagi mbak...” sapaku riang.
“ Pagi juga... Lho, kok udah kesini?” tanya mbak Eni.
“ Iya mbak, lagi jenuh aja di kelas. Pak Seno tadi nggak masuk, tapi tugasnya udah tak kerjain..” jelasku.
“ Oh, gitu tho.. Eh, Len, dicari tuh sama anak kelas 3...” kata mbak Eni.
“ Siapa mbak?” tanyaku.
“ Mbaknggak tahu namanya.Dia nitip ini buat kamu kemarin.Sebenernya dia pingin ngasih ini ke kamu, tapi kamu nggak kesini, jadi dia nitip ini buat kamu.”Jelas mbak Eni.
Aku hanya terpaku.Menatap sebuah kotak kecil yang dibungkus kertas kado berwarna biru muda dengan berbagai hiasan hati berukuran kecil yang berwarna pink.Aku masih menerka-nerka siapa yang memberinya kado seperti itu.Apakah kemarin hari ulang tahunku?Tentu saja tidak. Ulang tahunku masih bulan depan. Lalu, apa maksud kakak kelas itu ya..?
“ Mbak, dia dari kelas apa sih? Cowok, atau cewek?” tanyaku penasaran.
“ Mbak sudah tanya, tapi dia nggak mau ngaku. Cowok kok.”
Kalimat itu terngiang di telingaku. Seorang anak laki-laki kelas 3 memberinya sebuah kado yang entah apa isinya. Aku penasaran dengan si pengirim.
“ Ya wes mbak, makasih nggeh.”
“ Iya Len, sama-sama.”
Diambilnya segera kado itu.Lalu, aku menuju salah satu rak buku favoritku dan mengambil salah satu buku yang belum pernah kubaca. Tak jauh dari sana, aku merasa ada sepasang mata elang yang mengawasiku. Kira-kira, siapa pemilik mata elang itu ya?
(^_^)
Cowok yang mempunyai tinggi 175 cm itu melangkahkan kakinya menuju kelas XII IPA 7. Sepanjang perjalanan, ia tersenyum mengingat kejadian di perpustakaan itu. Betapa lucunya ekspresi anak perempuan yang disukainya. Ketika langkahnya mendekati kelasnya...
“ TIOOOO!!!! Kamu dari mana aja sih?” gerutu Andi.
“ Aku dari perpus kok.” Jawabnya santai.
“ HAH?!? Ngapain?”
“ Biasa, lagi pengen cari udara segar...”
“ Oh, kirain ngapain...”
“ Bu Elin ada nggak?”
“ Ada, tadi nyuruh kita ke perpus, tapi anak-anak pada nggak mau.”
“ Wah, kebetulan banget. Ayo ikut aku Ndi!” ajak cowok yang bernama Tio itu.
“ Nggak apa-apa nih? Nanti kamu disorakin cewek-cewek lagi.Kamu kan tenar banget.” Tolak Andi.
“ Udah, santai aja. Lagipula, aku nggak tertarik sama mereka kok.”
“ Oke deh.”
Akhirnya kedua cowok itu kembali menuju perpustakaan.
(^_^)
“ Len, ayo balik!” ajak Dewi.
Dewi yang tiba sepuluh menit setelahku sudah agak bosan melihat buku-buku di perpustakaan.Lihat saja ekspresinya ketika melihatku masih asyik dengan buku yang kubaca.Tergambar dengan jelas di wajahnya.Jenuh.
“ Ayolah Len...” mulailah ia merengek padaku.
“ Bentar dikit Wi... Ni lagi seru-serunya lho...!!!!”
Mata Dewi yang sipit itu melihat ke sekeliling. Tak jauh dari tempatnya berada, ia melihat kakaknya yang sepertinya sedang asyik mengerjakan tugas. Ide isengnya pun muncul. Dengan mengendap-endap ia mendekati tempat duduk kakaknya yang berada di dekat pintu sebelah selatan.
DORRR!!!!
Lelaki yang bernama Prasetyo itu menoleh ke belakang.Dilihatnya adiknya yang sudah sukses mengerjainya.
“ Apa tho Wi.... Kapan kamu jera ngerjain mas, hah?”
“ Hehe, lha aku iseng lihat mas yang serius-serius mulu dari kemarin... Ya percaya yang udah jadi juara satu olim Fisika senasional... Mas, minta oleh-oleh dari Jakarta dong...”
“ Nanti di rumah kan bisa... Udah ada, kok...Dateng sama siapa kamu dek?”
“ Sama Lena mas.”
“ Mana Lena? Kok mas nggak lihat dia disini?”
“ Itu....” tunjuk Dewi.
“ Oh iya. Salamin ya dari mas.”Pinta Prasetyo.
“ Oke mas, tapi oleh-olehnya..??” tanya Dewi.
“ Udah mas siapin di rumah. Satu kresek besar.”
“ Wah, yang bener mas? Makasih ya masku sayang...”
“ Iya, jangan lupa lho.”
“ Oke, mas...Siap laksanakan!” angguk Dewi.
Setelah puas berbincang dengan kakaknya, Dewi kembali ke tempat duduknya.Dilihatnya buku yang kubaca.Tersisa satu halaman. Wah, berarti bentar lagi balik dong! Pikir Dewi. Benar saja, aku sudah melahap habis buku yang kubaca.
“ Udah puas Len? Balik yuk...”
“Oke oke sahabatku... Maaf nunggu lama ya...”
“ Hehe, nggak apa-apa kok. Oh, iya. Dapet salam dari mas Pras.” Kata Dewi.
“ Mana orangnya?”
“ Tuuhh....” tunjuk Dewi.
“ Salam balik deh. Makasih ya.”Kata Lena sambil tersenyum.
“ Oke...” kata Dewi.
Akhirnya kami pun kembali ke kelas diiringi dengan tatapan Prasetyo dan Andi.
(^_^)
Sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Dewi.Rumah Dewi sebenarnya tidak terlalu luas, tapi desain bangunannya yang antik memberikan kesan kalau rumah itu adalah rumah adat Jawa.Aku serasa kembali ke jaman R. A. Kartini.
“ Ayo masuk Len.. Wel, dicariin Romo tuh...” Kata Dewi. Romo adalah sebutan untuk ayah Dewi di rumahnya.
“ Lho? Ngapain Wi..?”
“ Nggak tau... Nah, itu Romo.”
“ Wah, wah, wah... Nak Weldi dan Nak Lena datang berkunjung... Ayo, silahkan masuk.” Sapa Pak Ali.
“ Maaf Dewi pulang agak telat Romo. Tadi macet di Wonokromo.”
“ Iya, ndak apa-apa nduk. Yang penting kamu selamat sampai rumah. Nah, Nak Weldi, sini ikut Bapak.” Perintah Pak Ali.
“ Nggeh Pak.”
“ Ayo len, ke kamarku. Ada yang mau tak tunjukin ke kamu.” Ajak Dewi.
“ Iya Wi.”
(^_^)
Kamar Dewi tampak rapi dengan desain modern.Warna hijau menghiasi berbagai sudut di kamar ini.Alasannya memilih warna ini hanya agar matanya terasa sejuk saja. Dinding kamarnya dihiasi dengan berbagai pernak-pernik lucu, seperti foto dengan frame yang dibuat dari kertas koran berwarna ungu muda dan jam unik yang diberi neneknya semasa kecil. Ada-ada saja.
“ Apa yang mau kamu tunjukin Wi?” tanyaku.
Kekasih hati yang hanya bisa kupandangi dari jauh
Wajah indahmu
Pancarkan cahaya yang menyinariku
Memberikan kesejukan pada hatiku
Senyummu mampu memberikan ketenangan saat aku gundah
Oh Pujaanku
Ingin kukatakan padamu
Betapa besar rasa ini untukmu
Ku kan selalu menunggumu
Hingga waktu memberi kesempatan untuk itu

Surabaya, 15 Desember ‘03

“ Ini.” Dewi menyodorkan selembar kertas usang padaku.Kuamati dalam-dalam.Terdapat puisi indah yang terukir disana.
“ Ini... tulisannya siapa Wi?” tanyaku.
“ Mas Pras Len. Aku bingung, siapa kira-kira perempuan yang disukainya saat ini. Lihat tanggal di suratitu. Itu baru seminggu yang lalu kan?” tanya Dewi.
“ Iya sih... Tapi kan mungkin saja ini bukan milik kak Pras Wi..”
“ Nggak mungkin Len! Aku tahu banget ni tulisannya mas Pras. Pasti dia sedang menyukai anak di sekolah kita. Yang menonjol kan kamu dan Meta. Pasti diantara kalian berdua.” Ungkap Dewi.
“ Tapi yang mas Pras pasti suka sama Meta Wi.Mereka kan sering jalan bareng di sekolah. Seisi sekolah sampai mengira mereka pacaran lho.”Ujarku.
“ Mungkin sih, tapi kan nggak tau juga Len..” ujarnya pasrah.
“ Udah, nggak apa-apa, biar dulu Dew... Nanti juga bakal terungkap kok Wi... Kita tunggu aja tanggal mainnya...”
“ Ehmmm... Oke deh Len... Aku percaya sama kata-katamu...”
“ Nah, gitu dong. Itu baru sahabatnya Lena..” ujarku.
Dewi pun hanya bisa tersenyum.Akhirnya mereka mengobrol hingga tiba-tiba Weldi datang.
“ Nah, Wel, bagi-bagi crita dong... Tadi kamu diapain sama Romo?” tanga Dewi.
“ Nggak kok, Cuma disuruh nyampein salam aja ke Papa. Katanya mau kerja sama gitu.. Aku juga nggak ngerti maksudnya...”
“ Oh gitu... Dew, aku pamit pulang dulu ya.Nanti dicariin ibu lagi, bisa berabe ntar...” pamit Lena.
“ Oke...” kata Dewi.
Saat keluar dari kamar Dewi, aku bertemu dengan kak Prasetyo.
“ Lho, Lena... Udah lama tho neng?”
“ Nggak kok Kak, baru aja... Ni mau pulang...” kataku.
“ Mau saya anter neng?”
“ Ndak usah Kak, Lena naik angkot aja.”
“ Lho, nggak apa-apa. Biar saya anter aja.”Pinta Prasetyo.
“ Iya deh kak. Tapi, kakak jangan kecewa kalo nyampe rumahku. Rumahku kan jelek kak..”ungkapku.
“ Iya, nggak apa-apa kok.. Rumah saya sama rumahnya neng kan sama saja, ada pintunya, ada atapnya... Nggak ada bedanya neng.”Kata kak Prasetyo.
“ Wah, kak Pras ni bisa aja... Hehehe”
Maka, jadilah kepulanganku itu diantar oleh kak Pras menggunakan motornya.Aduh... Hati ini mendadak deg-degan tak karuan.Apa mungkin aku benar-benar suka sama kak Pras ya?
“ Neng, kok diem aja?” tanya kak Pras.
“ Nggak kok kak, nggak apa-apa. Saya cuma mikir aja, apa mungkin orang seperti saya bisa lebih berprestasi lagi?”
“ Neng bisa kok. Saya lihat, neng kan punya semangat belajar yang tinggi, jadi neng pasti bisa. Lihat saja Helen Keller, Neng. Di tengah keterbatasan yang dia miliki, dia bisa menjadi orang yang berpengaruh di dunia sampai saat ini kan?”
Benar juga, pikirku.Terpikir olehku untuk mencamkan kata-kata kak Pras.Aku pasti bisa meningkatkan prestasi yang kupunya saat ini.
Tak terasa waktu berlalu. Aku sudah sampai di depan rumah. Segalanya memang terasa menyenangkan jika bersama dengan kak Pras.
Aku pun turun dari motornya dan mengajaknya masuk.
“ Kak, ayo masuk dulu. Saya buatkan teh.”Ajakku.
“ Nggak usah Neng, saya mau langsung pulang saja.”
“ Nggak apa-apa nih kak? Ayo, masuk dulu. Kakak nggak capek udah nyetir selama itu?”
“ Iya deh neng, saya masuk...”
Kak Pras tak bisa menolak undanganku.Lega ku mendengarnya.Coba kalau dia menolak, aku pasti dimarahi ibu.
(^_^)
Saat masuk ke rumah Lena, aku tertegun.Interior rumahnya sungguh sederhana, tak kutemukan tanda-tanda kemewahan.Di sudut rumahnya terdapat rak kecil berisi foto-fotonya semasa kecil. Ada saat Lena memakai kebaya, saat ia bermain di sekolahnya, bahkan saat ia masih kecil. Gemas sekali aku melihatnya.
“ Hayo, kak Pras lihat apa?”
Suara Lena mengagetkanku.
“ Nggak kok Neng, cuma lihat fotonya Neng pas kecil. Imut-imut ya... Sekarangpun Neng masih cantik.” Kataku sungguh-sungguh.
“ Masa’ sih kak? Wajah saya kan biasa-biasa saja. Ini, ayo diminum dulu.”
“ Makasih ya.” Kataku.Ia hanya tersenyum.
Setengah jam kemudian, aku pamit padanya. Sekarang sedang musim hujan dan aku tidak membawa jas hujan, karena itu, aku pamit untuk pulang lebih cepat dari biasanya.
“ Iya kak, hati-hati. Terima kasih atas tumpangannya tadi.”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian motorku melaju di tengah padatnya jalanan Surabaya.
(^_^)
Di kamar, aku membuka kado dari kakak kelas misterius itu.Isinya sebuah bros mahal berbentuk mawar yang berwarna pink cerah.Bros itu berkilau saat terkena sinar matahari.
“ Indah sekali..” gumamku.
Besertanya, ada sepucuk surat. Kubuka pelan-pelan, dan kubaca baris demi baris yang tertulis disuratyang terselip di kotak itu.
Surabaya, 21 Desember 2003
Dearest Nurin Arlina
Maaf aku tak bisa memberikan apa-apa sebagai wujud rasaku untukmu.Hanya ini yang mampu kuberikan untukmu.Kuharap engkau senang menerimanya.
     Sudah lama kupendam rasa ini untukmu.Tiap kali aku memandangmu, aku merasa seolah-olah duniaku terasa lebih indah.Saat aku berbincang-bincang denganmu, aku merasa lebih hidup.Aku tak tahu mengapa hal ini bisa terjadi padaku.Tapi, semua yang kulakukan ini hanya kupersembahkan untukmu.Aku mencintaimu, Lena.Maukah kau menjadi kekasih hatiku?
     Kutunggu jawabanmu sepulang kegiatan ekskul.
Eka Prasetyo.


Mataku terbelalak. Kak Pras? Kak Pras suka padaku?Apa yang harus kulakukan? Aku bingung, sangat bingung.
Di tengah kebingunganku, tiba-tiba...
KRINGGG...!!!!
Alunan ringtone HPku berbunyi.Kulihat layarnya.Weldi? Ada apa?
“ Ya, Wel... Tumben jam segini nelpon...” tanyaku.
“ Iya nih. Ada yang mau aku tanyain ke kamu.”
“ Mau tanya apa Wel?”
“ Sebenernya tiga bulan yang lalu kak Pras udah cerita ke aku semuanya Len. Dia udah lama suka sama kamu, sejak kamu masih kelas satu malah.”
“ Dia bisa tau aku dari mana Wel?”
“ Dia tahu kamu dari aku. Aku nggak sengaja keceplosan ngomong Len. Waktu itu calon penerima beasiswa kan kamu sama Aini anak XI IPA 1. Nah, aku lagi heboh-hebohnya. Kak Pras tanya-tanya deh. Mungkin dari situ dia penasaran sama kamu. Beruntungnya, kamu ikut ekskul yang sama dengannya. Dia jadi suka ngelihatin kamu, Len...” terangnya.
“ Trus aku harus gimana Wel? Dia ngirim kado yang isinya bros mahal ke aku, ada suratnya lagi...”
“Iya, aku tahu kok. Dia baru aja cerita sama aku. Sekarang, kamunya gimana sama dia..?” tanya Weldi.
“ Sebenernya aku sayang banget sama kak Pras Wel... Tapi kayaknya nggak mungkin...”
“ Kenapa?”
“ Dia kan dekat sama Meta, sampai-sampai seisi sekolah ngira mereka pacaran... Aku nggak mau ngrusak hubungan mereka, Wel...” ungkapku pasrah.
“ Dia nggak ada perasaan apa-apa sama Meta Len, dia cuma sahabat biasa sama Meta...” jelas Weldi.
“ Gini aja, kalo kamu nggak percaya, kau ngomong langsung aja sama kak Pras. Gimana?” tawar Weldi.
“ Ehm... terserah deh Wel...”
“ Nanti nopemu aku kasih ke dia nggak apa-apa kan Len?”
“ Iya, nggak apa-apa kok...”
“ Oke deh. See you ya..”
“ Thanks Wel...”
“ Oke...”
(^_^)
Malam itu aku tak bisa tidur dengan nyenyak.Aku bingung.Apa yang harus aku katakan pada kak Pras? Apa kata Dewi jika ia tahu akan hal ini? Sunnguh, tak terbayang olehku jika seorang Eka Prasetyo bisa suka padaku.Sampai sekarang pun rasanya seperti berada dalam mimpi.
Trrrr... Trrr...
Handphoneku bergetar.Kutatap layarnya.Private number.Siapa ya yang menelpon tengah malam begini?
“ Halo..? Ini Lena kan?” suara di seberang sana menyapaku.
“ Iya. Ini siapa ya?” tanyaku.
“ Ini aku Len, Andi, sahabat Prasetyo. Aku ingin ngomong banyak sama kamu, tapi kapan enaknya?”
“ Gini aja mas, kita ngomong lewat sms saja. Saya nggak enak kalo ngomong malem-malem gini.”
“ Oh, oke. Maaf sudah ganggu dek.”
“ Iya, nggak apa-apa kok mas.”
Kututup telepon itu dengan pelan.Semenit kemudian, ada sms masuk.
+6285745333***        : Lena, ini saya Andi.
+6285649999***        : Oh ya mas. Yang mau mas omongin itu apa sih?
+6285745333***        : Iya. Saya mau ngomong masalah Tio dek.Tapi harus ngomong langsung.Kalo lewat sms nggak enak.Gimana?
+6285649999***        : Oke deh mas, gimana kalo besok saja ketemu di perpustakaan jam istirahat? Tapi boleh kalau saya minta ditemani Weldi?
+6285745333***        : Oke deh, setuju dek. Tapi, saya minta, Tio jangan sampai tahu ya.
+6285649999***        : Iya mas. Lagipula, saya nggak punya nomernya kok.
+6285745333***        : Makasih ya dek.
+6285649999***        : Sama-sama Mas.
Lalu, aku tertidur pulas.
(^_^)
Keesokan harinya, saat istirahat.
Aku dan Weldi segera menuju perpustakaan. Disana, kami telah mendapai mas Andi sudah duduk di depan meja. Segera saja kudatangi dia dan kami pun berbincang-bincang.
“ Nah, mas, mas mau ngomong apa soal kak Pras?”
“ Gini, dek. Tio itu sudah tertarik sama kamu sejak dia tahu kamu yang mendapat beasiswa untuk sekolah di sini. Setiap hari saat istirahat, dia selalu menyempatkan diri ke kelasmu untuk bertemu dengan adiknya. Kamu tahu kenapa?” tanya mas Andi.
“ Tentu untuk melihat keadaan Lena kan mas?” tebak Weldi.
“ Tidak hanya itu. Dia berusaha mendekati kamu sebulan terakhir ini, Len.Apa kamu merasakan hal itu?”
“ Ehm... ndak mas, jujur saja tidak. Saya pikir kak Pras hanya menganggap saya sebagai adik kelasnya saja, tidak lebih.Justru saya pikir dia pacaran dengan Meta.”
“ Meta itu teman masa kecilnya. Bukankah kau sudah tahu akan hal itu?”
“ Tapi, Dewi tidak pernah bercerita apapun soal itu mas.”
“ Wajar saja, Meta dan Tio berteman saat Dewi berumur satu tahun. Tentu saja Dewi tidak mengenal Meta karena Tio selalu mengajaknya main di luar rumah.”
Aku terdiam.Weldi menatapku dalam-dalam.Aku pun menatapnya.
“ Bagaimana? Kau sudah yakin Len?”
“ Tentang apa Wel?”
“ Tentang perasaanmu pada kak Pras.”
“ Hufftt... Mungkin sudah.”
“ Dan jawabanmu adalah..?” Weldi menggantung kalimatnya.
“ Aku tak bisa mengatakannya sekarang.”
“ Oke, aku hargai itu.” Ujarnya.
“ Nah, sekarang aku balik dulu ya.” Mas Andi pamit.
“ Oke mas.” Kata Weldi.
Aku dan Weldi pun memutuskan untuk kembali ke kelas.
(^_^)
Saat pulang sekolah, tak sengaja aku bertemu Lena di depan gerbang. Aku mengajaknya pergi ke salah satu tempat favoritku, Taman Resainannce.Untung saja dia mau.Lumayan, ada kesempatan untuk ngomong secara langsung.
Sesampainya di Taman Resainannce, aku memberinya es krim coklat, sebuah makanan favoritnya.Disana, aku sudah menyiapkan beberapa tangkai bunga mawar warna merah sebagai tanda cintaku untuknya.
“ Neng...”
“ Iya kak...”
“ Sudah kamu buka kado kakak kemarin?”
“ Sudah kak.”
“ Neng suka kadonya?”
“ Suka kok kak. Siapa sih cewek yang nggak suka kalo dikasih hadiah secantik itu...” jawabnya jujur.
“ Syukurlah kalo neng suka. Udah baca suratnya juga?”
“ Ehm... Sudah kak.”
“ Terus jawaban pertanyaan kakak apa?”
“ Ehm...”
Dia hanya diam. Satu menit, dua menit, hingga tak terhitung berapa lamanya.Lalu, kuputuskan untuk mengatakannya sekali lagi.Aku tatap matanya, dan kuberikan mawar yang telah kusiapkan untuknya.Ia tertegun dan menatapku. Mata kami bertemu.Aku bersimpuh padanya, dan saat itulah kukatakan padanya.
“ Neng, Neng tahu apa arti bunga ini?”
“ Tahu kak.”
“ Sekarang saya mau jujur sama Neng. Ingat kejadian di lapangan sekolah?Saat Neng ikutan MOS?”
“ Yang mana kak?” tanyanya.
“ Waktu itu, Neng adalah orang yang selalu diejek di sekolah ini. Neng diejek karena hanya bisa masuk melalui beasiswa.Iya kan?” tanyaku.Ia mengangguk.
“ Karena benci, salah seorang teman saya mengerjai Neng sampai masuk ke kelas XII IPS 6, kelas yang paling killer. Neng hampir saja pingsan saat berada di kelas itu.”
“ Iya, saya ingat kak. Waktu itu saya disuruh untuk mencari salah seorang kakak kelas yang namanya saya lupa.Karena takut, saya hampir pingsan.Kalau tidak kakak tolong, entah apa jadinya.”
“ Mulai dari sanalah saya suka sama Neng. Saya berusaha memendam rasa ini, tapi selalu saja nggak bisa.Saya suka merhatiin Neng saat istirahat. Lihat kalo Neng lagi bercanda sama teman, ngerjain Weldi, sampai saat Neng baca buku. Saya cinta sama kamu, Lena. Kamu mau jadi kekasih hati saya?”
Akhirnya, kukatakan juga!
“ Kak...”
“ Iya?”
“ Jujur kak, saya kagum sama kakak. Kakak beda dengan kebanyakan anak laki-laki di sekolah. Saya ingin punya prestasi seperti kakak.Karena itu, saya menjadikan kakak sebagai motivasi bagi saya.”Katanya.Bagiku, kalimat itu seperti menggantung.
“ Tapi, saya juga tidak memungkiri kalau saya juga sayang sama kakak. Saya... Saya mau kok jadi kekasih hati kakak.”Ia berkata sambil tersenyum padaku. Ia mengambil mawar yang ada di tanganku, lalu melihatnya dalam-dalam. Aku bersyukur, kali ini aku memilih gadis yang tepat. Seorang gadis berumur 17 tahun yang mempunyai sikap dewasa dan dapat mengerti aku apa adanya.
Kugandeng tangannya, dan kuantar dia pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, aku melihatnya tersenyum bahagia. Ah... . Damainya hatiku saat bersamanya... .
The End